Laman

Jumat, 20 April 2012

Sejarah Dinasti Han (206 SM – 221M) Di Tiongkok / Cina

Dinasti Han (206 SM - 220) adalah satu dari tiga dinasti yang paling berpengaruh di Cina sepanjang sejarahnya. Dinasti ini adalah yang meletakkan dasar-dasar nasionalitas Cina mewarisi penyatuan Cina dari dinasti sebelumnya, Dinasti Qin.

Dinasti Han sendiri didirikan oleh Liu Bang, seorang petani yang memenangkan perang saudara dengan saingannya, Xiang Yu. Dinasti Han merupakan salah satu dinasti terkuat di Cina, dan karena pengaruhnya yang besar, etnis-etnis mayoritas di Cina sekarang ini menyebut mereka orang Han (biarpun mungkin nenek moyang mereka bukan dari etnis Han).

Liu Bang kemudian berhasil naik tahta dan mendirikan dinasti baru yang bernama Han (206 SM – 221 M). Ia bergelar Han Gaozu (206 – 195 SM). Para ahli membagi Dinasti Han ini menjadi dua, yakni Han Barat, yang beribu kota di Chang an dan Han Timur yang beribu kota di Luoyang. Dinasti Han ini sempat ter putus sejenak oleh kudeta dari Wang Mang, dimana ia mendirikan Dinasti Xin (9 – 25) yang berumur singkat. Tetapi kemudian Kaisar Han Guangwu (25 – 57) yang juga terkenal dengan sebutan Guang Wudi berhasil merestorasi kembali Dinasti Han. Oleh karena itu Dinasti Han sebelum pemberontakan Wang Mang disebut dengan Dinasti Han Barat dan Dinasti Han sesudahnya disebut dengan Han Timur.

Dinasti Han ini cukup terkenal dalam sejarah Tiongkok karena beberapa penemuan pentingnya. Kertas sebagai contoh ditemukan pada tahun 105 M oleh seorang sarjana yang bernama Cai Lun saat pemerintahan Kaisar Han Hedi (88 – 106). Penemuan kertas yang berasal dari bambu ini benar-benar merombak secara total penulisan buku-buku serta mendorong kemajuan dalam dunia tulis-menulis. Sulit dibayangkan apabila di jaman modern ini kita belum mengenal kertas. Sebelum ditemukannya kertas, buku ditulis di atas lempengan bambu yang dikaitkan satu sama lain dengan tali. Jika kita masih menggunakan buku semacam itu, dapat dibayangkan betapa beratnya sejilid kamus misalnya. Penemuan kertas ini pada gilirannya mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dunia.
Sejarah Dinasti Han Di Cina  Atau Tiongkok
Pada masa pemerintahan Kaisar Han Wudi (141 – 87 SM) terjadilah hubungan antara Barat dan Timur yang dikenal dengan nama jalur sutera. Hubungan ini berawal mula dari ekspedisi yang dipimpin Zhang Qian, utusan Han Wudi, guna menjalin hubungan persekutuan dengan negara-negara lainnya untuk bersama-sama menghadapi serangan bangsa barbar (Xiongnu). Meskipun Zhang Qian gagal dalam tugas utamanya, ia telah mengadakan perjalanan selama 12 tahun hingga mencapai Baktria dan Ferghana (Turkestan modern), dan ia kembali dengan berbagai informasi berharga mengenai negeri-negeri di Asia Tengah serta sedikit informasi mengenai Kerajaan Romawi. Pada tahun 104, 102, dan 42 SM, tentara Tiongkok melintasi Pegunungan Pamir, mencapai Ferghana serta bekas Kerajaan Yunani Sogdiana, di mana mereka mengalahkan pasukan Xiongnu serta Romawi. Setelah melintasi gurun pasir serta beberapa gunung-gunung tertinggi dunia, pasukan Wudi telah mencapai tempat-tempat sejauh 3000 km dari ibu kota mereka. Prestasi ini melampaui jarak maksimal yang telah ditempuh oleh pasukan Romawi. Ekspansi ini telah membukan jalur perdagangan antara Barat dan Timur. Jalan raya sepanjang Jalur Sutera menjadi ramai dan ibu kota Dinasti Han dipenuhi oleh para pedagang Barat beserta barang-barang mewah yang berasal dari sana.

Penemuan penting dalam bidang teknologi lainnya adalah seismograf oleh Zhang Heng (78 – 139 M) yang dapat menghitung kekuatan gempa beserta arah asalnya. Peristiwa penting lainnya pada masa Dinasti Han adalah masuknya Agama Buddha ke Tiongkok.

Berdasarkan catatan sejarah “San Guo Zhi , Wei Shu ,dan Dong Yi Zhuan.” Ini terjadi pada masa kekuasaan kaisar dinasti Han Barat yaitu Aidi (1 SM – 6 M) atau tepatnya tepatnya tahun 2 M. Pada saat itu pejabat Jing Lu menerima duta dari suku Da Yue yang menyerahkan kitab Fu Tu (Fu Tu adalah sebutan untuk Buddha pada jaman dahulu , sekarang yang disebut Fo Tuo). Suku Da Yue ini sebenarnya mendiami daerah Dun Huang , pegunungan Ji Lian Shan. Kira-kira abad ke-2 SM , suku ini dikalahkan oleh suku Xiong Nu. Dan pindah ke daerah barat. Dan pada abad ke-1 SM mendirikan kerajaan bernama Gui Xuang. Daerah tempat mereka tinggal itu merupakan daerah dimana Buddhisme bertumbuh subur. Para bhiksu pertama adalah Gobharana (Ni Mopeng) dan Kasyappa Matanga (Zhu Falan) yang diundang oleh kaisar Han Mingdi (57 – 75) melalui utusan kerajaan Han yaitu Qin Jing dan Cai Yin, yang bertemu dengan mereka di daerah suku Da Yue. Pada tahun 68 M, mereka tiba di Luo Yang dan tinggal di vihara Baimasi (Vihara Kuda Putih) serta menterjemahkan Sutra Empat Puluh Dua Bagian. Sutra ini adalah kitab pertama yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Mandarin.

Pada masa akhir hayatnya, Dinasti Han diperintah oleh kaisar-kaisar lemah yang hanya memerintah secara singkat. Kekuasaan jatuh ke dalam kekuasaan klan-klan tertentu dan para kasim. Pemberontakan di daerah-daerah pun pecah, antara lain yang terbesar adalah Pemberontakan Topi Kuning (Huang Qin), yang dipimpin oleh tiga bersaudara Zhang. Dinasti Han benar-benar dilemahkan oleh pemberontakan ini. Pada akhirnya klan Cao berhasil merebut kekuasaan dari tangan Dinasti Han dan mendirikan Kerajaan Wei (220-264), dimana Cao Pi mengkudeta kaisar Han terakhir yang bernama Han Xiandi (189-220). Tindakan kudeta ini membuat Liu Bei, salah seorang keturunan Dinasti Han, merasa perlu untuk meneruskan keberlangsungan Dinasti Han dan ia juga mengangkat dirinya sebagai kaisar di negeri Shu (Sichuan sekarang) dengan gelar Han Congwang (221-223). Xuande adalah nama lainnya, maka dia juga disebut Liu Xuande. Kerajaannya tetap bernama Shu (221-263), Shu-Han adalah nama yang disebut oleh para ahli sejarah untuk membedakan masa Liu Bei sebelum menjadi raja dan sesudahnya. Sun Quan, seorang jenderal juga mengangkat dirinya sebagai kaisar dan bergelar Wudi (232-252). Kerajaannya dinamakan Wu (222-280). Karena terpecahnya Dinasti Han menjadi tiga negara ini, maka jaman ini dinamakan Jaman Tiga Negara (San Guo), yang dipenuhi oleh peperangan untuk memperebutkan kekuasaan tertinggi.
Sejarah Dinasti Han di cina atau tiongkok
Jalan masuk ke makam raja raja/kaisar dinasti han
Tetapi sayangnya tidak satupun dari ketiga negara ini yang berhasil mempersatukan Tiongkok kembali, malahan pada tahun 264 M, Kerajaan Wei terjatuh ke tangan salah seorang menterinya yang bernama Sima Yan. Ia merebut kekuasaan dari Kaisar Wei terakhir yang bergelar Yuandi (260-264), mendirikan Dinasti Jin serta mengangkat dirinya sebagai kaisar dengan gelar Wudi (265-289). Pada gilirannya Sima Yan juga menaklukkan kedua kerajaan lainnya dan mempersatukan Tiongkok kembali. Kaisar Jin Wudi merupakan seorang pecinta ilmu pengetahuan. Ia membangun sebuah perpustakaan di Luoyang yang berisikan lebih dari 30.000 jilid buku.

Penemuan penting pada masa ini adalah diciptakan peta yang menggunakan sistim pembagian berrdasarkan garis lintang dan bujur oleh Pei Xiu, dimana pada petanya itu dipergunakan skala perbandingan 1 inchi untuk 125 mil. Peta semacam ini merupakan yang pertama kalinya di dunia, jauh sebelum Bangsa Barat menerapkan metode yang sama dalam peta-peta mereka.

Setelah Dinasti Jin runtuh selama beberapa ratus tahun, Tiongkok terpecah kembali menjadi banyak negara, dimana masa ini merupakan periode yang kacau. Para sejarawan menyebut jaman ini dengan istilah Dinasti Utara-Selatan. Sebelum runtuh, Dinasti Jin pada tahun 317 sempat dipaksa melarikan diri ke selatan karena serangan suku bangsa barbar di utara dan kerajaan mereka di selatan untuk selanjutnya disebut dengan Jin Timur. Tiongkok utara dikuasai oleh banyak kerajaan kecil-kecil yang didirikan oleh suku-suku barbar. Sebagian besar dari mereka hanya berumur pendek karena saling berperang satu sama lainnya. Diantara kerajaan-kerajaan di utara tersebut yang paling sanggup bertahan lama dan terkuat adalah Wei Utara (386-534). Karena terbagi menjadi dua ini, yakni kerajaan-kerajaan Tiongkok Utara dan Selatan, maka inilah yang menyebabkan jaman ini disebut jaman Dinasti Utara-Selatan oleh para sejarawan.

Ilmuwan terkenal pada masa ini adalah Zu Chongzhi (429-500). Ia berasal dari Dinasti Selatan dan berhasil menghitung dengan cukup akurat nilai bilangan Ĉ, yakni di antara 3,1415926 dan 3,1415927. Penentuan nilai bilangan Ĉ ini adalah sesuatu yang luar biasa, mengingat Bangsa Barat baru menemukannya ratusan tahun kemudian Prestasi lain yang dilakukannya adalah membuat penanggalan serta meramalkan akan terjadinya gerhana bulan pada tanggal 15 September 459.

Sumber : Wikipedia - iccsg.wordpress.com
 

Artikel Terkait Lainnya Pada Blog Ini:



0 komentar:

Posting Komentar